Sejarah Pancasila
1. Periode Pengusulan Pancasila
Ahli sejarah,
Sartono Kartodirdjo, sebagaimana yang dikutip oleh Mochtar Pabottinggi dalam
artikelnya yang berjudul Pancasila sebagai Modal Rasionalitas Politik,
menengarai bahwa benih nasionalisme sudah mulai tertanam kuat dalam gerakan
Perhimpoenan Indonesia yang sangat menekankan solidaritas dan kesatuan bangsa.
Perhimpoenan Indonesia menghimbau agar segenap suku bangsa bersatu teguh
menghadapi penjajahan dan keterjajahan. Kemudian, disusul lahirnya Soempah Pemoeda
28 Oktober 1928 merupakan momen-momen perumusan diri bagi bangsa Indonesia.
Perumusan
Pancasila itu pada awalnya dilakukan dalam sidang BPUPKI pertama yang
dilaksanakan pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945. BPUPKI dibentuk oleh
Pemerintah Pendudukan Jepang pada 29 April 1945 dengan jumlah anggota 60 orang.
Badan ini diketuai oleh dr. Rajiman Wedyodiningrat yang didampingi oleh dua
orang Ketua Muda (Wakil Ketua), yaitu Raden Panji Suroso dan Ichibangase (orang
Jepang). BPUPKI dilantik oleh Letjen Kumakichi Harada, panglima tentara ke-16
Jepang di Jakarta, pada 28 Mei 1945. Sehari setelah dilantik, 29 Mei 1945,
dimulailah sidang yang pertama dengan materi pokok pembicaraan calon dasar
negara.
Salah seorang
pengusul calon dasar negara dalam sidang BPUPKI adalah Ir. Soekarno yang
berpidato pada 1 Juni 1945. Pada hari itu, Ir. Soekarno menyampaikan lima butir
gagasan tentang dasar negara sebagai berikut:
a. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia,
b. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan,
c. Mufakat atau Demokrasi,
d. Kesejahteraan Sosial,
e.
Ketuhanan yang berkebudayaan.
Berdasarkan catatan sejarah, kelima butir
gagasan itu oleh Soekarno diberi nama Pancasila. Selanjutnya, Soekarno juga
mengusulkan jika seandainya peserta sidang tidak menyukai angka 5, maka ia
menawarkan angka 3, yaitu Trisila yang terdiri atas (1) Sosio-Nasionalisme, (2)
Sosio-Demokrasi, dan (3) Ketuhanan Yang Maha Esa. Soekarno akhirnya juga
menawarkan angka 1, yaitu Ekasila yang berisi asas Gotong-Royong.
2. Periode Perumusan Pancasila
Hal terpenting yang mengemuka dalam sidang
BPUPKI kedua pada 10 - 16 Juli 1945 adalah disetujuinya naskah awal “Pembukaan
Hukum Dasar” yang kemudian dikenal dengan nama Piagam Jakarta. Piagam Jakarta
itu merupakan naskah awal pernyataan kemerdekaan Indonesia. Pada alinea keempat
Piagam Jakarta itulah terdapat rumusan Pancasila sebagai berikut.
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemelukpemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang
dijuluki “Piagam Jakarta” ini di kemudian hari dijadikan “Pembukaan” UUD 1945,
dengan sejumlah perubahan.
3. Periode Pengesahan Pancasila
Indonesia
sebagai bangsa yang merdeka memerlukan perangkat dan kelengkapan kehidupan
bernegara, seperti: Dasar Negara, Undang-Undang Dasar, Pemimpin negara, dan
perangkat pendukung lainnya. Putusanputusan penting yang dihasilkan mencakup
hal-hal berikut:
1. Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara
(UUD ‘45) yang terdiri atas Pembukaan dan Batang Tubuh. Naskah Pembukaan
berasal dari Piagam Jakarta dengan sejumlah perubahan. Batang Tubuh juga
berasal dari rancangan BPUPKI dengan sejumlah perubahan pula.
2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang
pertama (Soekarno dan Hatta).
3. Membentuk KNIP yang anggota intinya
adalah mantan anggota PPKI ditambah tokoh-tokoh masyarakat dari banyak
golongan. Komite ini dilantik 29 Agustus 1945 dengan ketua Mr. Kasman
Singodimejo.
Rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945
adalah sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Sejarah bangsa Indonesia juga mencatat
bahwa rumusan Pancasila yang disahkan PPKI ternyata berbeda dengan rumusan Pancasila
yang termaktub dalam Piagam Jakarta. Hal ini terjadi karena adanya tuntutan
dari wakil yang mengatasnamakan masyarakat Indonesia Bagian Timur yang menemui
Bung Hatta yang mempertanyakan 7 kata di belakang kata “Ketuhanan”, yaitu
“dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tuntutan
ini ditanggapi secara arif oleh para pendiri negara sehingga terjadi perubahan
yang disepakati, yaitu dihapusnya 7 kata yang dianggap menjadi hambatan di
kemudian hari dan diganti dengan istilah “Yang Maha Esa”.
Sumber : RISTEKDIKTI.
2016. PENDIDIKAN PANCASILA untuk Perguruan Tinggi : RISTEKDIKTI
1. Periode Pengusulan Pancasila
Komentar
Posting Komentar